Sunday

Bagian ke-sekian dari merelakan.

Ada keadaan dimana manusia memang tidak dapat berbuat banyak akan ketetapan Tuhan. Beberapa bulan yang lalu saya pikir ini adalah pilihan tepat untuk diambil, yang sangat tidak mudah karena ada banyak hal yang harus dikorbankan, tapi ternyata saya salah. Dan mungkin, apa yang saya rasakan sekarang adalah harga yang sudah semestinya dibayar dari apa yang seharusnya saya korbankan.

Terlalu banyak kesempatan yang saya lewati begitu saja. Andai waktu itu saya berubah pikiran, tentu akan ada cerita yang berbeda. Mungkin sekarang saya tidak tersudut di kamar yang entah berapa lama menjadi saksi bisu tetesan air mata yang seolah tak kenal lelah. Mungkin sekarang saya tidak berada seatap dengan Ayah dan Adik saya, tidak juga dengan Ibu saya, untuk kelak menginjakkan kaki kembali membawa bangga di mata mereka. Mungkin sekarang saya tengah merindukan sahabat-sahabat saya, dan memandangi rekam jejak waktu yang kami lalui bersama. Atau mungkin juga, saya telah berhenti menebak-nebak langit mendung yang tak kunjung lugas, akankah turun hujan atau berangsur cerah, untuk lagi-lagi belajar merelakan lagi.

Tidakkah kamu tahu bahwa setiap manusia memiliki kadar toleransi yang berbeda-beda? Ketika mereka, saya dan kamu, tenggelam dalam diam, bukan berarti semua baik-baik saja, bukan? Saya diam karena tidak ingin mengubah keadaan yang sudah tidak baik-baik saja menjadi lebih tidak baik-baik saja. Saya diam untuk belajar mengungkapkan, mengurai rasa dan merangkai kata hingga saatnya tiba, agar penyesalan tidak lagi terlalu pahit dirasakan. Biar saja kubah-kubah katedral di Moskow tetap berdiri dengan megahnya dan langit di atas sana tetap kokoh memayungi pencakar langit kebanggaan Stalin. Saya masih disini, saya masih bermimpi. Biar mereka bilang saya bodoh, tapi kamu tahu, saya tanpa kamu sungguh suatu ketidakberaturan yang menyedihkan.

Namun, kamu tahu apa yang lebih menyedihkan dari itu? Ada kata ragu disana, ya, di mata kamu. Ada yang tidak lengkap, ada yang bernafas terengah-engah untuk melangkah entah kemana. Saya tahu kamu bimbang, saya pun begitu. Terlalu banyak yang tertahan namun tak bisa dikatakan. Kamu bilang kalau sudah dituang langsung diminum saja, saya tawarkan, kalau sudah dituang apa mau dibuang saja? Kamu jawab, asal tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Saya tertawa kecil bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin kopi panas yang didiamkan berlama-lama tidak berganti dingin?

Sangat klise kalau saya bilang saya masih disini untuk kamu, ini bukan lagu melayu yang mendayu-dayu. Kamu bukan poros bumi saya untuk berputar, namun sapaan pagi dan senyuman di setiap malam yang kamu torehkan di wajah saya mampu membuat poros itu tetap berada di tempat yang semestinya. Saya tidak berharap malaikat membisikkan ini semua ke kuping kamu, atau angin apa membawa mata kamu singgah kesini. Tidak, tidak perlu. Karena tidak peduli sekuat apa saya berbisik ke dalam asa, "jangan, jangan relakan yang ini," kalau kamu tidak berhenti maka apakah lebih baik jika saya yang menepi? Mungkin kamu tidak mendengar, kata hati saya bilang kamu sejak lama.

Semoga segera dipertemukan dengan apa yang kamu cari, yang tidak kamu temukan cukup dalam diri saya. Oh iya, videonya saya putar setiap saya lagi sedih, lho. Tapi kamu salah, kamu bilang akan mengubah keadaan menjadi lebih buruk, sebaliknya malah, selalu membawa derai tawa dari detik ke detik. Terima kasih ya, saya............. ah, sudahlah, kamu sudah tahu :)