I don't get why this person keeps aching me back over and over again. Hope you're happy over there, the past is done you jackass thanks for ruining today. (me, 12 hours ago)
Gue tau, mungkin gak seharusnya gue mengeluarkan kata-kata di atas, di hari yang seharusnya gue bisa belajar memaafkan dan meminta maaf kepada orang-orang di sekitar gue, terlebih orang-orang yang karena satu dan lain hal pernah berada dalam suatu keadaan yang gak enak dengan gue. Tapi ternyata, mau sekeras apapun gue menahan diri untuk bersikap baik—seperti seolah-olah gak terjadi apa-apa—gak bakal ada gunanya kalau pihak yang disana gak pernah ada kemauan untuk benar-benar memaafkan dan meminta maaf.
Ceritanya dimulai (lagi) dari seminggu yang lalu, ketika dengan tiba-tiba orang ini menghubungi gue setelah sekian lama gak ada kabar berita. Orang ini, orang yang 4 tahun lalu menjadi salah satu orang yang cukup berarti dalam hidup gue. Orang yang 3 tahun lalu menjadi salah satu alasan masa-masa sekolah yang sangat tidak menyenangkan bagi gue. Orang yang 2 tahun lalu menjadi salah satu pemicu sakit hati yang anehnya membuat gue semakin kuat. Orang yang 1 tahun lalu—pada akhirnya kembali—menjadi teman gue, yang hari ini—pada akhirnya kembali—menjadi orang asing buat gue.
Seminggu yang lalu, dia cerita tentang suatu hal yang notabene adalah masalah dia kepada gue. Awalnya gue sedikit bertanya-tanya kenapa, ada apa, what suddenly brings you here? Dan pada akhirnya gue cuma bisa dengerin cerita dia dan ngasih solusi sebisa gue, karena katanya masalah ini ada hubungannya sama gue. Selesai? I thought so, tapi ternyata belum. Beberapa hari kemudian, semuanya serba tiba-tiba, he removed me (again) from his contact. Well, gue masih berusaha berpikir positif, mungkin dia ganti contact, atau handphonenya rusak, atau another someshits like that. Sampai akhirnya hari ini gue mencoba menghubungi dia lagi—seriously I have no offense but to sincerely apology—dan dia, oke, this is the most part I hate, me-remove gue lagi dari contactnya. Gak lama dia menghubungi gue via sms dan bilang, "You can only reach me by this—as I allow so."
I'm like wtfasdfghjklmnbvcxzqwertyuiop?! I mean, who wouldn't?!
Mungkin sebenernya gue gak perlu mem-publish hal seperti ini, tapi jujur aja, this thing is such a really big pain in the ass since a long long ago and still continues. I have a life, you have a life, then why wouldn't we live our own without tearing apart each other? I'm like seriously already tired with this never-ending high school drama. If anything, will happen again between us, make sure that once again; the past is done, is done.
And at the end of these words, dear friend, if you accidentally read this, I have forgiven you since so long and so I have been asking you also for sorry. Mungkin terlalu banyak hal-hal yang gak enak yang terjadi selama kita kenal, dan mungkin juga kata maaf gak cukup untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Memang selalu ada kesempatan, tapi bisa apa sih kalo gak ada kemauan? Karena ketika emosi mengalahkan logika, terbukti, kan, banyakan ruginya?
Mom is gone for good, Dad is stayed for good—so are we, over for good.
Gue tau, mungkin gak seharusnya gue mengeluarkan kata-kata di atas, di hari yang seharusnya gue bisa belajar memaafkan dan meminta maaf kepada orang-orang di sekitar gue, terlebih orang-orang yang karena satu dan lain hal pernah berada dalam suatu keadaan yang gak enak dengan gue. Tapi ternyata, mau sekeras apapun gue menahan diri untuk bersikap baik—seperti seolah-olah gak terjadi apa-apa—gak bakal ada gunanya kalau pihak yang disana gak pernah ada kemauan untuk benar-benar memaafkan dan meminta maaf.
Ceritanya dimulai (lagi) dari seminggu yang lalu, ketika dengan tiba-tiba orang ini menghubungi gue setelah sekian lama gak ada kabar berita. Orang ini, orang yang 4 tahun lalu menjadi salah satu orang yang cukup berarti dalam hidup gue. Orang yang 3 tahun lalu menjadi salah satu alasan masa-masa sekolah yang sangat tidak menyenangkan bagi gue. Orang yang 2 tahun lalu menjadi salah satu pemicu sakit hati yang anehnya membuat gue semakin kuat. Orang yang 1 tahun lalu—pada akhirnya kembali—menjadi teman gue, yang hari ini—pada akhirnya kembali—menjadi orang asing buat gue.
Seminggu yang lalu, dia cerita tentang suatu hal yang notabene adalah masalah dia kepada gue. Awalnya gue sedikit bertanya-tanya kenapa, ada apa, what suddenly brings you here? Dan pada akhirnya gue cuma bisa dengerin cerita dia dan ngasih solusi sebisa gue, karena katanya masalah ini ada hubungannya sama gue. Selesai? I thought so, tapi ternyata belum. Beberapa hari kemudian, semuanya serba tiba-tiba, he removed me (again) from his contact. Well, gue masih berusaha berpikir positif, mungkin dia ganti contact, atau handphonenya rusak, atau another someshits like that. Sampai akhirnya hari ini gue mencoba menghubungi dia lagi—seriously I have no offense but to sincerely apology—dan dia, oke, this is the most part I hate, me-remove gue lagi dari contactnya. Gak lama dia menghubungi gue via sms dan bilang, "You can only reach me by this—as I allow so."
I'm like wtfasdfghjklmnbvcxzqwertyuiop?! I mean, who wouldn't?!
Mungkin sebenernya gue gak perlu mem-publish hal seperti ini, tapi jujur aja, this thing is such a really big pain in the ass since a long long ago and still continues. I have a life, you have a life, then why wouldn't we live our own without tearing apart each other? I'm like seriously already tired with this never-ending high school drama. If anything, will happen again between us, make sure that once again; the past is done, is done.
And at the end of these words, dear friend, if you accidentally read this, I have forgiven you since so long and so I have been asking you also for sorry. Mungkin terlalu banyak hal-hal yang gak enak yang terjadi selama kita kenal, dan mungkin juga kata maaf gak cukup untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Memang selalu ada kesempatan, tapi bisa apa sih kalo gak ada kemauan? Karena ketika emosi mengalahkan logika, terbukti, kan, banyakan ruginya?
Mom is gone for good, Dad is stayed for good—so are we, over for good.