Wednesday

80:20

Jadi ceritanya, kemaren gue ke kampus.

Ada beberapa hal akademis yang mesti gue urus. Walaupun sebenernya agak-agak useless, tapi seenggaknya ada satu hal yang akhirnya baru kemaren gue sadarin. Oke, mungkin post ini akan terlihat sedikit galau, yucks I'd rather hate to say this. Jadi begini...

Masih inget 2 post sebelum ini? Yah kalo gak inget tinggal diliat di bawah. Beberapa hari ini gue memang sepertinya agak terlalu memaksakan apa yang seharusnya nggak terjadi kalo nggak gue yang membuat. Nah, ribet. Intinya, gue yang ribet sendiri. Gue yang terus-terusan bertanya-tanya, kenapa begini, kenapa begitu? Gue yang selalu mau repot setiap diminta ini itu. Gue yang terlalu memperkirakan ada maksud lebih dari ini semua. Padahal kenyataannya, nggak semua hal yang kita inginkan selalu jadi kenyataan kan? Tapi gue punya alasan dibalik semua yang gue lakuin. Gue punya alasan kenapa gue peduli. Gue punya alasan, yang terlalu menyedihkan untuk disebut disini. Biarlah hanya gue dan Tuhan yang tahu.

Sepulang dari kampus, gue merenungi hal ini sepanjang jalan. Gue terkadang suka bingung, apa mungkin ada konspirasi antara alam semesta dengan perasaan manusia? Kemaren itu hujan, jalanan lancar, dan gue sendirian di mobil. Kalo aja ada silet mungkin... ya nggaklah gue masih waras. Tiba-tiba di radio, gue mendengar rumus 80:20 seperti judul post di atas. Oke, gue jelasin.

Di dunia ini, nggak ada satupun yang sempurna. Tapi seringkali, kita sebagai manusia yang juga tidak sempurna, menginginkan segala sesuatu yang berbau kesempurnaan. Dalam suatu hubungan, misalnya. A suka sama B, begitu pun sebaliknya. Namun salah satu pihak, A, hanya melihat ada 80% di diri B yang memenuhi kriterianya. Dia mencari 20% sisanya, tapi nggak juga ditemuin di B. Akhirnya A ragu sama perasaannya, lalu ia mencari orang lain yang memenuhi 20% kriterianya yang nggak ada di B. A ninggalin B, dan berpaling ke C yang punya 20% kriteria ini. Lambat laun A sadar, ternyata C nggak punya 80% kriteria yang sudah ada di B. Dia pun menyesal karena nggak cukup bersyukur dengan apa yang dia punya, malah terus menuntut lebih dengan imbas kehilangan yang lebih baik.

Begitu kira-kira, dalem ya? Dan gue rasa, itu juga yang dirasain pihak yang disana, kenapa masih ragu-ragu sampai sekarang. Maju mundur, tarik ulur, angkat gantung, udah macem tentara latihan sambil main layangan terus ngejemur baju. Oke lupakan. Gue nggak berharap dia menyesal seperti contoh kasus di atas, sama sekali nggak. Biarlah apa yang gue rasain, apa yang dia rasain, mudah-mudahan suatu saat kita menemukan masing-masing orang yang lebih tepat untuk diberikan perasaan yang sama. Amin.




Bukan, bukan, bukan yang ini orangnya. Well, remember her? Kemaren ceritanya gue sama Dea sok-sokan makan pancake gitu kan di sebuah Mall ternama di bilangan Depok, azek. Ternyata eh ternyata, udah masnya ngondek ngelayaninnya lelet, billnya salah asuhan (?), dan akhirnya... mahal bok. Yah begitulah, dasar manusia.

Terakhir, I've got one quote for him (gaya);
Unless God gives you a heart to feel, a tear to cry, and both ears to listen; one day you'll see how long I do care & why I stop now on :')


So love will find you, if only you try,
Adios!