Thursday

Terdampar.

Sembilan lewat lima, malam tak lagi berirama.

Aku membisu di tengah ramai, memilah nafas yang tercerai-berai. Mereka riuh bersorak-sorai. Lunglai, suaraku hilang di balik tirai. Ada nyanyian yang belum usai, namun tak lagi ada damai.

Aku pekat dalam penat, anganku hampa tersayat.

Lihat tatapku, kaku ditelan luka. Dengar ucapku, beku dirajam duka. Aku hilang arah. Belasan langkah berlari pasrah. Entah, terserah angin hendak kemana. Aku ini tak berumah. Sayapku terlunta hina di antara kunang-kunang lepas. Aku tak serupa, aku tak sama. Aku yang sunyi terbuang; lelah terhempas marah tersedu-sedan tanpa sudah.

Cukup kataku, namun mereka kian berkisah. Lama aku resah menanti pagi yang tak kunjung datang. Kini diam aku terperangah, sajak ini mulai berkarat.

Aku letih kawan, aku ingin pulang.


Apa yang kalian lihat? Aku dan dia bertanya sampai gila.



I share this feeling with my best partner in crime, Agustin Dea Prameswari.
May God keeps us strong while the rain is still falling in Depok, December 2010.