Saturday

HUJAN

lihatkah? aku pucat pasi, sembilu hisapi jemari
setiap ku peluk dan menangisi hijau pucatnya cemara yang sedih, aku letih
dengarkah? jantungku menyerah, terbelah di tanah yang merah
gelisah dan hanya suka bertanya pada musim kering, melemah dan melemah
hujan, hujan jangan marah
Hujan Jangan Marah, Efek Rumah Kaca.
--

Dari kecil, gue benci sama hujan; walaupun gak se-ekstrim lagu di atas.
Kebangun tengah malem gara-gara geledek bisa bikin gue nangis gak bisa tidur lagi sampe subuh.
Pulang sekolah ujan-ujanan bisa bikin besoknya gue gak masuk gara-gara gak berhenti nyedot ingus.
Rain-stuffs; semua hal yang bisa bikin mood gue berubah mendadak.
Pernah denger Ombrophobia? Namanya aja udah aneh.
--

Awal-awal bulan ini diawali dengan banyak hujan.
Banyak masalah. Banyak surprise yang mengejutkan.
Masya Allah.
--

Gue kaget sama satu hal, yang gak bisa gue ceritain di sini.
Gue kesel sama bokap gue karena baru besok bisa pulang ke Bandung.
Gue kangen sama nyokap gue karena sms gue dari tadi gak dibales-bales.
Gue bete gak bisa kemana-mana hari ini karena gue dipingit di rumah.
Gue sedih gak bisa curhat sama Dinda karena ccf libur waisak.
--

Tapi, kalo kata Vidi Aldiano; "Pelangi di malam hari..."
Aduh. Gue jadi geli sendiri bacanya. Gak nyambung pula sebenernya.
Oke. Skip aja yang ini.
--

Kalo yang ini, kata Bu Kristin, guru BK gue (gue lupa kenapa tiba-tiba dia bilang begini);
"Dalam hidup siapapun, lebih banyak orang yang benci sama kita dari pada yang suka sama kita. Seorang Pastur sekalipun, bahkan orang-orang suci lainnya sekaliber Nabi; lebih banyak menuai caci maki dari pada pujian. Itu hal yang biasa, apalagi bagi kita yang cuma manusia biasa. Masalah selalu ada datang dan pergi; hanya butuh sabar untuk bisa tetap berjalan"

--

Ya Allah, mudah-mudahan bulan ini cepet selesai.
Atau nggak, jangan ada hujan lagi.
Amin.


N